Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Ganjar Laksmana Bonaprapta menyatakan, gerakan dukungan tokoh nasional terhadap KPK menunjukkan eksistensi suara masyarakat dalam pemberantasan korupsi. ”Kelihatannya memang itu yang ditunggu Presiden yakni KPK dan (tokoh) masyarakat meminta (Presiden) turun tangan.
Sambil membuktikan bahwa ia (Presiden) dibutuhkan rakyat.Artinya,persis bahwa Presiden selama ini hanya menunggu dan sengaja membiarkan pelemahan dan serangan terhadap KPK,” kata Ganjar di Jakarta kemarin. Dia menilai selama ini banyak ihwal yang di luar jangkauan Presiden, terutama terkait komitmen keselarasan ucapan dan tindakannya soal pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Menurut Ganjar, Presiden sebagai pemegang komando negara ini dalam banyak hal pelaksanaannya memang sangat tergantung pada kemampuan bawahannya. ”Namun dalam beberapa kejadian menyangkut serangan kepada KPK,Presiden justru tidak merespons. Padahal ia tidak membutuhkan orang lain,”ungkapnya. Karena itu, Ganjar sepakat jika Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menentukan sikap untuk mendukung penguatan KPK.
Selama ini banyak pernyataan dan pidato-pidato Presiden terkait pemberantasan korupsi yang terkesan ambigu. Maka itu, untuk mengatasi pelemahan pemberantasan korupsi dari berbagai pihak, Presiden cukup membuat pernyataan tegas dan tidak multitafsir. ”Pertama,Presiden harus menyatakan mendukung pemberantasan korupsi oleh semua penegak hukum. Kedua, memerintahkan Polri menyerahkan penanganan kasus simulator kepada KPK.
Ketiga, hendaknya keberadaan KPK dipertahankan termasuk segala kewenangan yang dimilikinya,” tandasnya. Sejumlah masalah yang diduga merupakan serangan untuk melemahkan KPK di antaranya munculnya wacana merevisi UU KPK,tidak diperpanjangnya penugasan 20 penyidik Polri di KPK per 12 September, dan kasus simulator yang tidak ada ketegasan Presiden.
Pada rencana revisi UU KPK, ada beberapa poin yang mengkhawatirkan yakni terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan, dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto menilai Presiden SBY tidak menunjukkan impresi memadai terkait komitmen dukungannya pada eksistensi KPK.
Menurut dia, narasi dalam retorika SBY yang akan memimpin pemberantasan korupsi tidak terkonfirmasi saat momentum-momentum pelemahan KPK semakin mencuat. ”Seyogianya Presiden SBY juga punya sikap jelas dan tegas. Menurut saya, SBY jangan selalu diam dan tidak mengambil peran apa pun saat ada upaya melemahkan upayaupaya pemberantasan korupsi,” tandasnya. Menurut dia, harus ada imbauan tegas Presiden untuk mengurai kisruh kelembagaan terutama antara KPK-Polri.
Lebih jauh, Gun Gun mengungkapkan dalam kasus simulator,Presiden bisa memanggil Kapolri dan mengoordinasikan hubungan antarlembaga.”Jangan sampai SBY membiarkan kasus ini menjadi relasi antagonistis yang menyebabkan konflik berkepanjangan antarlembaga dan menimbulkan dampak melemahnya penanganan kasuskasus korupsi,”tegasnya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memiliki tiga catatan terkait KPK. Pertama, di tengah polemik pelemahan KPK dengan berbagai cara,lembaga antikorupsi itu seharusnya tetap fokus pada pengungkapan kasus-kasus korupsi. Sebaiknya energi lembaga superbody itu tidak dipergunakan untuk berpolemik di luar tugas-tugas mereka.
”Kasus-kasus seperti wisma atlet,Hambalang,simulator SIM Polri, dan bank Century harus benar-benar digawangi. Ada kesan, kasus-kasus itu mulai mandek dan KPK sibuk soal urusan pemangkasan kewenangan,” kata Ray. Catatan kedua, soal revisi UU KPK yang akan berujung pada pelemahan KPK lebih baik diserahkan pada masyarakat.
Dia berpandangan, biar rakyat yang memutuskan apakah mereka setuju dengan pemangkasan kewenangan KPK atau tidak.”Dukungan (masyarakat) terhadap KPK bisa dengan mendatangi DPR untuk meminta mereka menghentikan upaya pelemahan KPK,” ungkapnya. Poin ketiga,dalam membendung upaya pelemahan KPK, Presiden sebaiknya segera bertindak. Dia berpandangan, dengan kewenangan yang ada pada dirinya, Presiden bisa menyatakan tidak setuju dengan revisi UU KPK.
”Tentu saja,kalau Presiden menyatakan menolak revisi UU KPK, pembahasan revisinya akan berhenti. Jadi di sinilah keterlibatan pemerintah jadi signifikan,” tandasnya. Ray melihat sejauh ini komitmen kesatuan perkataan dan tindakan Presiden terkait pemberantasan korupsi terutama yang dilakukan KPK seolah terkesan membiarkan. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penguatan pemberantasan korupsi memang tidak hanya berdasarkan pernyataan dan slogan-slogan.
”Mari satukan kata dan tindakan untuk menghilangkan korupsi dari Indonesia,” kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro menilai, saat ini penguatan lembaga penegak hukum termasuk KPK memerlukan dukungan penuh semua elemen atau kekuatan bangsa, khususnya Presiden. Keberhasilan penegakan hukum selama periode SBY akan juga memberikan nilai plus pada kepemimpinannya.
”Karena itu, keberpihakan SBY terhadap penegakan hukum akan tercermin dari kehadirannya dalam ikut menyelesaikan dan menjernihkan kekeruhan bidang hukum di Indonesia,” kata Zuhro. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden SBY sangat mendukung KPK sebagai lembaga ad hoc untuk bekerja optimal dalam pemberantasan korupsi.”
Jadi tidak benar kalau posisi pemerintah itu mendukung apalagi disebutkan setuju terhadap pelemahan KPK. Kami belum melihat ada rencana atau upaya ke arah itu,apakah itu dari individu atau pun lembaga formal atau organisasi tertentu,” ujar Julian di Kompleks Istana Kepresidenan,Jakarta.
KY Tak Rela
Dukungan terhadap KPK juga terus mengalir.Giliran Komisi Yudisial (KY) yang secara tegas menolak pelemahan terhadap KPK. Penegasan itu disampaikan Ketua KY Eman Suparman di sela-sela kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, kemarin. ”Saya sangat tidak setuju kewenangan KPK dikurangi, Komisi Yudisial mendukung KPK,” katanya, kemarin.
Menurutnya,jika ada pihak yang ingin mengurangi kewenangan KPK, maka itu adalah pihak yang takut dengan KPK. ”Negara ini masih butuh KPK, jangan dipreteli (kewenangannya),” tegasnya. Eman mengutarakan, semestinya kewenangan KPK itu ditambah dan tidak justru dikurangi. Misalnya kewenangan menyeleksi dan mengangkat penyidik sendiri.”Jadi biar tidak tergantung pada Polri terus,”terangnya. sabir laluhu/ rarasati syarief/alkomari
Post a Comment
Write You comment here! Please...