Defisit APBN Mengecil, Penerimaan Negara Rp 101,4 Triliun di Januari
Defisit APBN Mengecil, Penerimaan Negara Rp 101,4 Triliun di Januari |
Defisit anggaran mengecil lantaran penerimaan negara tercatat Rp 101,4 triliun atau tumbuh 14,7% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan belanja negara tumbuh 3,86% menjadi Rp 138,41 triliun. Adapun tahun ini, pemerintah membidik defisit anggaran Rp 325,94 triliun atau 2,19% terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan besarnya penerimaan negara utamanya disokong oleh penerimaan perpajakan. “Penerimaan Perpajakan tumbuh 11,4% dibandingkan tahun 2017, dengan realisasi sebesar Rp 82,47 triliun," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (20/2). (Baca juga: Pertumbuhan Pajak Januari Capai 11%, Tertinggi Dalam Empat Tahun)
Sementara itu, realisasi belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 63,77 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp74,63 triliun. Adapun realisasi belanja pemerintah pusat meningkat 10,68% dibandingkan periode sama tahun lalu imbas tingginya realisasi belanja modal dan bantuan sosial.
Sri Mulyani menjelaskan, seiring dengan penurunan defisit anggaran, defisit keseimbangan primer turun menjadi Rp 13,9 triliun dari periode sama tahun lalu Rp 22,2 triliun. Keseimbangan primer adalah total penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang.
Pemerintah membidik defisit keseimbangan primer turun secara bertahap hingga nol atau bahkan surplus. Dengan begitu, kualitas anggaran menjadi lebih baik sebab pemerintah tidak lagi menarik utang untuk membayar bunga utang.
Sesuai ketentuan, defisit anggaran ditambal oleh pembiayaan, utamanya dari penerbitan surat utang. Hingga akhir Januari, realisasi pembiayaan tercatat Rp 21,8 triliun. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang diklaim masih aman. (Baca juga: Tertinggi dalam 4 Tahun, Utang Luar Negeri Pemerintah 2017 Naik 14%)
"Posisi utang akhir Januari 2018 sekitar 29% dari PDB. Pemerintah tetap menjaga pada level yang aman dengan menjaga risiko atas nilai tukar dan perubahan suku bunga," kata Sri Mulyani.