Celoteh Pemilu, Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Gajah Muda Arie Dwipayana menyatakan, kasus kejanggalan isi formulir model C1 di beberapa TPS yang jumlah pemilihnya hanya di satu pasangan calon saja serta pada penjumlahan suara yang tidak sesuai, dinilai sangat tidak masuk akal.
Hal itu menurut dia tidak bisa diterima jika alasannya adalah kesalahan yang tidak disengaja oleh panitia pemilu.
“Suara yang dikosongkan untuk pasangan calon tertentu , lalu penambahan jumlah suara, adalah kesalahan yang serius yang dilakukan secara masif, terstruktur, dan sistematis. Ini sulit diterima kalau sifatnya human error, karena kejanggalan ini di terjadi di beberapa tempat. Tidak hanya 1 tempat,” kata Arie, Senin (14/7/2014).
Arie menjelaskan, kejanggalan formulir C1 tidak hanya terjadi di sejumlah wilayah di Madura, Jawa Timur dan beberapa wilayah di Jawa Barat saja, tetapi juga terjadi di berbagai daerah.
Ditambahkan dia, kejanggalan C1 ini terjadi dengan modus yang sama, yakni penambahan angka pada satu calon dan pengurangan pada calon yang lain.
“Di Madura misalnya, ada beberapa TPS yang suara Jokowi-JK kosong. Ini kan sulit diterima akal sehat,” katanya lagi.
Kemudian soal kesalahan penjumlahan, jika memang murni kesalahan panitia dalam menjumlah, maka seharusnya jumlahnya tidak signifikan.
“Penambahan jumlah, merupakan suatu hal yang serius. Ini berlangsung secara masif, terstruktur, dan sistematis,” jelasnya.
Dia menjelaskan, sulit diterima jika alasan kesalahan penjumlahan karena human error, sebab model penghitungan pileg dan pilpres berbeda.
Arie mengatakan, penghitungan suara pileg lebih sulit karena panitia harus mengisi banyak formulir dengan jumlah partai dan caleg yang tidak sedikit. Sementara untuk pilpres bisa lebih sederhana.
“ Kalau semata-mata  kecapean, lelah, ngantuk, itu kurang logis. Penghitungan Pilpres lebih mudah. Karena cuma dua calon,” tandasnya.
Untuk itu, Arie menyarankan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu untuk melakukan tindakan. Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata dia,  harus melakukan investigasi secara mendalam hingga ke daerah.
“Lakukan investigasi di tingkat PPS (Panitia Pemungutan Suara), di tingkat desa. Indikasi ini bukan baru. Bawaslu juga jangan tinggal diam,” ujarnya.
Terakhir, terhadap masyarakat yang telah proaktif  dalam gerakan voluntary  harus terus mengawal proses rekapitulasi ini agar siapapun yang berupaya melakukan kecurangan dengan berbagai cara bisa diidentifikasi dan dicegah.
Seperti diketahui, jumlah pindaian atau scan formulir C1 yang diunggah di situs kpu.go.id menampilkan data yang tidak valid. Kejanggalan itu antara lain C1 dari 17 TPS dari Wilayah Madura dimana semua pemilih dituliskan di kolom pasangan Prabowo-Hatta, sementara di kolom Jokowi-JK dikosongkan.
Kemudian, di beberapa TPS juga terdapat C1 yang terdapat angka  penjumlahan suara yang tidak sesuai.