Jawara Game Dunia dari Madura
Jawara Game Dunia dari Madura |
VIVAnews –
Tak ada yang menyangka, dari bilik kecil empat kali empat meter itu,
lahir karya juara dunia. Ini bukanlah di Sillicon Valley, Amerika
Serikat, tempat para kampiun industri digital bertahta. Tapi di Madura,
pulau kecil di timur Jawa.
Bilik itu begitu sederhana. Sejumlah komputer teronggok di sudut. Ada meja rapat, dan selembar papan tulis di dinding. Sepertinya tak sepadan buat sebuah laboratorium teknologi informasi. Tapi di bilik kecil itu lah, sejumlah mahasiswa Teknik Informatika Universitas Trunojoyo, Kamal, Bangkalan, Madura, membuat kejutan.
Dari tempat itu lahir Save The Hamster, game yang memenangi turnamen bergengsi tingkat dunia, Microsoft Imagine Cup di St. Petersburg, Rusia, 12 Juli.
Adalah empat sekawan yang membangun "selamatkan si hamster" itu. Tim kecil itu merancang-bangun aplikasi game di ruang mungil kampus. “Kemenangan ini mengejutkan,” ujar Asadullohil Ghalib Kubat, pemimpin “proyek” game ini.
Tentu, prestasi itu membuat para anak muda asal Madura bungah. Ini bukan hal sepele. Lewat kompetisi itu, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Microsoft Corp., selaku penyelenggara kontes tahunan itu, mengakui prestasi anak muda Indonesia.
Kompetisi itu adalah lomba bergengsi tingkat dunia untuk mencipatakan proyek kreatif. Pesertanya adalah pelajar di bidang teknologi, pengembang, dan calon wirausaha. Sudah sebelas kali lomba itu diadakan, dan berlangsung setiap tahun.
Ada tiga kategori utama yang dilombakan, yaitu Innovation, Games dan World Citizenship. Dari tiga kategori itu, Tim Solite Studio dari Universitas Trunojoyo Madura sukses menyabet juara dua di kategori Games. Ia pun berhasil menggondol hadiah US$10.000, setara Rp100 juta.
Anak-anak Madura itu tertawa lebar saat dipotret usai pengumuman pemenang. Mereka menyisihkan 87 pelajar dari 71 negara, yang berkompetisi di final tingkat dunia. Jumlah itu disaring dari kompetisi online dan lokal dari seluruh dunia. "Semua kerja keras kami terbayarkan saat kami bisa membawa bendera merah putih Indonesia di panggung Imagine Cup 2013," kata Ghalib.
Tim Solite Studio terdiri dari Asadullohil Ghalib Kubat (Team Leader), Miftah Alfian Syah (Programmer), Tony Wijaya (Graphic Designer) dan Mukhammad Bagus Muslim (Game Designer). Semuanya mahasiswa Trunojoyo, dan berusia 22 tahun (Lihat Infografik: Dari Pulau Garam Menghentak Dunia).
Tim Juri Imagine Cup sangat terkejut mengetahui game Save the Hamster telah diunduh 30.000 kali hanya dalam waktu dua minggu, 20.000 pada Windows Phone, dan 10.000 pada Windows 8.
"Banyak orang yang mengatakan, Tim Solite Studio akan berada di panggung saat malam penghargaan. Dan itu benar-benar terjadi," kata Audience Marketing Manager Microsoft Indonesia, Irving Hutagalung.
President Director Microsoft Indonesia Andreas Diantoro mengatakan, ini adalah pertama kalinya tim Indonesia menang di Imagine Cup skala global. Keberhasilan ini, kata dia, menjadi bukti para pengembang program di Indonesia sudah diakui. “Bahkan yang berasal dari pulau kecil seperti Madura," kata Andreas yang menyaksikan kiprah tim Solite Studio.
Kemenangan ini pun disambut luar biasa. Nyaris semua media sosial, mulai dari facebook, twitter, hingga blog, terkena demam kemenangan. Apalagi para anak muda di Madura. Mereka bangga, game besutan anak Trunojoyo ini berhasil menjadi juara 2 dunia. Prancis kalah, dan “Tim Madura” hanya satu tingkat di bawah Austria.
Matematika si Hamster
Save the Hamsters adalah game edukatif yang dipasang di platform Windows Phone, dan Windows8. Game ini mengajak pemain belajar Matematika yang mengasyikkan.
Dalam permainan, dikisahkan ada empat hamster tersesat. Tugas pemain membantu para hamster pulang ke rumahnya.
Ada dua mode game mode, original dan adventure. Pada mode original, pemain harus menghancurkan boks, tali, dan beberapa objek lainnya yang menghalangi si hamster menuju rumahnya. Setiap hamster punya angka pada tubuhnya. Pemain harus menempatkan hamster pada tempatnya sesuai dengan simbol matematika yang ada di tanah.
Pada mode adventure, pemain harus menghindari musuh, dan mengambil kunci berisi angka yang tepat, sesuai kombinasi angka yang terdapat pada layar.
Hal unik dari Save The Hamster, pemain dapat menyusun kotak, tali, hamster, dan objek-objek lainnya, lalu menjalankannya serta menyimpannya menjadi sebuah level permainan.
Mengapa harus hamster? Ghalib mengaku memilih jenis marmut itu sebagai ikon karena karakternya yang lucu. Selain itu, hewan ini kerap jadi mainan kegemaran segala usia, dari anak-anak hingga dewasa. Ia berharap, dengan game ini orang tak sadar sudah diajak bermain matematika. Dan juga berlatih menyelamatkan hewan.
“Ide ini datang dari Miftah, sang programmer,” katanya. "Saya team leader yang mengatur semua proyek.”
Tonny Wijaya, si desainer grafis, mengatakan peran Ghalib yang tekun dan suka browsing itu cukup besar dalam proyek ini. Ghalib selalu mencari informasi perlombaan. “Kami berempat selalu nongkrong di lab,” katanya.
Empat sekawan ini suka berdiskusi soal proyek mereka. Tentu saja, sebagai mahasiswa sederhana, mereka tak rapat di kafe. Tempatnya cuma satu, laboratorium kecil itu. Tapi mereka tetap semangat, bekerja sampai larut, dan bahkan menginap di laporatorium mini itu. “Kami selalu kompak sejak pertama kami bekerja sama," kata Miftah mahasiswa angkatan 2009.
Dari kesederhanaan
Uniknya, anak-anak Madura ini bukanlah besar dari dunia urban, tempat komputer menjadi barang yang akrab. Ghalib misalnya. Dia anak petani. Rumah orangtuanya juga sangat sederhana.
Saat VIVAnews berkunjung ke rumahnya di Jalan KH M Cholil Sampang, tempat tinggalnya mudah dikenali. Ada papan kecil bertulis agen sosis. "Itu usaha kecil-kecilan ibu saya," kata anak pasangan Haji Takliman Thalhah dan Hajah Sufiah ini.
Tiga kawannya juga tak jauh beda. Miftah anak seorang pegawai biasa di PT PAL di Surabaya. Ibunya juga hanya pekerja rumah tangga. Dia tinggal di perkampungan padat di Jalan Tenggumung Karya Lor Tengah, Surabaya Utara. Mungkin, hanya Tony yang orang tuanya agak lebih beruntung. Orangtua Tonny pegawai Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Perak, dan ibunya punya toko kelontong.
Tapi kesederhanaan tak mematikan mimpi mereka (Lihat juga: Dari Purwokerto Mengejar Mimpi).
Sebelum menembus
kompetisi dunia, sederet prestasi pernah disabet. Mereka pemenang
pertama Mobile Game Dev War 4 Nokia, 2012, mendapat medali emas Lumia
Apps Olympiad XNA Game Category, 2012, dan juara utama Imagine Cup
Indonesia, 2013.
Ghalib berkisah mula ia terjun di game ini. Saat itu ia magang di studio game, Gate Studio, di Bandung. Lulusan SMK Teknologi Informasi An-Najiyah, Tambak Beras, Jombang, ini magang dua bulan, tepatnya pada Februari-April 2012.
Bagi dia, magang bukan sekadar merampungkan tugas akhir kampus. Ia belajar betul membuat game, dan bagaimana memasarkannya. Termasuk –agar terkenal— ikut lomba-lomba. Dari situ ia ia mengajak teman-teman di kampusnya, Miftah, Tony, dan Bagus membangun Solite Studio, tempat mereka berkarya menciptakan games.
“Lalu saya ajak teman-teman ikut kompetisi Nokia, dan kami menang,” kata Ghalib, yang kini jadi CEO Solite Studio. “Kami dapat uang Rp30 juta,” katanya.
Dari kemenangan itu, ia kian yakin, bila ditekuni karyanya bisa lebih berhasil. Mereka pun ikut lomba berkali-kali, dan puncaknya menyabet Microsoft Imagine Cup 2013.
Lalu, dipakai untuk apa hadiah Rp100 juta dari Microsoft itu? Mereka akan membeli rumah untuk markas perusahaan. Harapannya, dengan slogan “We Grow from Dreams” mereka akan memproduksi game-game orisinal asli Madura.
Mereka sudah mantap, tak akan pindah dari pulau kecil Madura, yang hanya dikenal sebagai pulau penghasil garam. “Kami ingin mendunia dari Madura,” kata Tonny. (np).
Ghalib berkisah mula ia terjun di game ini. Saat itu ia magang di studio game, Gate Studio, di Bandung. Lulusan SMK Teknologi Informasi An-Najiyah, Tambak Beras, Jombang, ini magang dua bulan, tepatnya pada Februari-April 2012.
Bagi dia, magang bukan sekadar merampungkan tugas akhir kampus. Ia belajar betul membuat game, dan bagaimana memasarkannya. Termasuk –agar terkenal— ikut lomba-lomba. Dari situ ia ia mengajak teman-teman di kampusnya, Miftah, Tony, dan Bagus membangun Solite Studio, tempat mereka berkarya menciptakan games.
“Lalu saya ajak teman-teman ikut kompetisi Nokia, dan kami menang,” kata Ghalib, yang kini jadi CEO Solite Studio. “Kami dapat uang Rp30 juta,” katanya.
Dari kemenangan itu, ia kian yakin, bila ditekuni karyanya bisa lebih berhasil. Mereka pun ikut lomba berkali-kali, dan puncaknya menyabet Microsoft Imagine Cup 2013.
Lalu, dipakai untuk apa hadiah Rp100 juta dari Microsoft itu? Mereka akan membeli rumah untuk markas perusahaan. Harapannya, dengan slogan “We Grow from Dreams” mereka akan memproduksi game-game orisinal asli Madura.
Mereka sudah mantap, tak akan pindah dari pulau kecil Madura, yang hanya dikenal sebagai pulau penghasil garam. “Kami ingin mendunia dari Madura,” kata Tonny. (np).
© VIVA.co.id