Amtsilati metode membaca arab gundul Amtsilati
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah sebuah agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Seperti halnya agama lain Islam juga mempunyai kitab suci yang sakral yaitu Alquran. Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad dengan cara berangsur-berangsur. Dilihat dari bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana nabi Muhammad berada, yaitu bahasa Arab.
Islam menyebar keseluruh penjuru dunia. Dan tidak salah pemikiran Islam pun berkembang. Mulai dari ajaran Islam itu sendiri setelah dikontekskan dengan sekitar, maupun pelafalan kitab suci alquran. Memang wajib seorang muslim dapat membaca alquran karena dalam setiap ibadah kepada Allah SWT perlu menggunakan alquran yaitu dalam shalat. Dalam shalat kita harus membaca ayat suci Al-Fatihah sebagai rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan.
Dari situlah umat muslim berpikir mengenai metode pengajaran dan pembelajaran alquran. Untuk dapat membaca alquran dengan baik dan benar banyak metode yang dipakai yaitu metode albagdhadi, qiroati, iqra, dan sebagainya. Pada kali ini kita akan membahas metode membaca huruf alquran dengan metode Amtsilati. Metode yang digunakan kebanyakan pondok pesantren dalam membaca kitab kuning atau arab gundul. Memang kitab kuning bukan bagian dari alquran melainkan kitab yang dikarang oleh ulama-ulama terkenal. Namun dengan latar belakang yang menggunakan huruf arab maka diperlukanlah metode yang disebut amtsilati tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ditemukannya Metode Amtsilati
Ada yang berlebihan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga. Akan tetapi melihat huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah. Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia.
Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama Amtsilati yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni Qiroati. Jika dalam metode Qiroati orang bisa belajar membaca Al-Quran dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul-kitab tanpa harakat, kenapa tidak!! Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran -ti dari Qiroati. Mulai tanggal 27 Rajab 2001, KH. Taufiqul Hakim merenung dan bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada doa khusus, yang jika orang secara ikhlas melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Quran.Saat mujahadah, kadang KH. Taufiqul Hakim ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Bahauddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari. Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra. Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren Manbaul Quran. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara. Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar. Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah tangga.
Metode ini berkembang sangat berpenagruh dari penggagas metode ini yaitu KH. Taufiqul Hakim. Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar. Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais Aam PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari. Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, Aqidati: Aqidah Tauhid, Syariati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja. Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan. Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fiil atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyqul kalm (konteks kalimat). Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fiil madhi; fiil mudhari; fiil amar; isim fiil; huruf; dhamr; isyrah; maushal; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34. Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu Rumus Qaidati dan Khulashah Alfiyah. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saja.
B. Metode Amtsilati
1. Pengertian Metode Amtsilati
Secara lughowi metode dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ????? yang berarti jalan, cara. Radliyah Zaenuddin mendefisikan metode adalah rencana yang menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi secara teratur, di mana tidak ada satu bagian yang lain dan kesemuannya berdasarkan atas approach (pendekatan) yang telah ditentukan sebelumnya (Radliyah Zaenuddin, 2005: 31). Dari definisi tersebut dapat disebutkan bahwa metode merupakan suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses pembelajaran.
Sedangkan Amtsilati berasal dari kata ?????yang artinya beberapa contoh dan akhiran "ti" itu sendiri diambil dari kata Qira'ati. Jadi yang dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami Qawa’id dengan baik.
Kitab Amstilati merupakan kitab yang berisikan materi pelajaran yang terprogram dengan penulisan sistematis untuk belajar membaca kitab kuning bagi pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam jangka 3-6 bulan. Kitab tersebut membahas tentang Qawa'id (nahwu dan sharaf), di mana kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar ilmu Qawa'id (nahwu dan sharaf) serta sulitnya mempelajari ilmu tersebut. Penyusunan kitab Amtsilati ini tidak lepas dari penyusunan metode Amtsilati.
2. Metode Pembelajaran Amtsilati
Model pembelajaran yang dilaksanakan dalam metode Amtsilati ini adalah model pembelajaran klasikal. Model ini adalah model belajar secara berkelompok yang bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran klasikal yang diterapkan dalam metode Amtsilati ini dengan cara membentuk kelompok yang ditentukan sesuai dengan jilidnya masing-masing. Proses kegiatan mengajar pada metode Amtsilati adalah sebagai berikut :
1) Mukadimah
a) Guru membuka majelis dengan Basmalah
b) Guru membimbing santri untuk membaca al-Fatihah untuk penyusunan dan orang-orang yang membantu menyebarkan metode Amtsilati.
2) Penyajian materi
a) Sebelum mengajar, Guru memerintahkan kepada santri untuk mengulangi rumus dan qa'idah sesuai dengan kebutuhan.
b) Guru memulai pelajaran dengan cara membaca judul, kemudian membacakan contoh permasalahan yang ada tanda ( ), dengan memberikan keterangan secukupnya.
c) Santri membaca semua contoh ayat 2x, bacan pertama lengkap tanpa waqaf sesuai dengan nahwu, sedangkan bacaan kedua diwaqafkan sesuai dengan tajwid.
d) Santri mengulangi keterangan yang ada di bawahnya dan membaca dasar baitnya dengan melihat pada buku khulasoh.
e) Guru melanjutkan materi pada tabel di samping atau bawahnya dengan cara yang sama seperti di atas.
f) Sebelum mengakhiri belajar, terlebih dahulu santri menghafalkan rumus dan qaidah sesuai dengan materi yang baru dipelajari.
3) Evaluasi
a) Guru mengadakan evaluasi pada siswa atau santri secara bergiliran untuk membaca ayat-ayat yang ada beserta dasarnya.
b) Guru menyuruh para santri untuk mengisi titik-titik dan ayat yang tidak berharakat dengan lisan.
c) Guru memerintahkan para santri untuk mengerjakan latihan memberi makna secara bersama.
d) Untuk mengetahui kwalitas tulisan santri, guru memberi PR atau menyuruh santri menulis materi yang ada.
e) Guru memberikan kesempatan kepada santri untuk mengajukan pertanyaan yang belum jelas.
4) Penutup
a) Guru menyampaikan kesimpulan dan kesan-kesan berupa penekanan pelajaran yang baru disampaikan.
b) Guru menutup pelajaran dengan bacaan do'a dan hamdalah serta mengakhiri dengan salam.
Dengan pembelajaran model klasikal ini, proses belajar mengajar berlangsung efektif dan kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Selain itu, dengan jumlah kelompok yang ideal, seorang guru dapat memantau langsung kemampuan santri masing-masing. Walaupun kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, tetapi pembelajaran ini lebih menekankan pada kemampuan individual dalam menguasai kompetensi (materi) yang dipersyaratkan.
Dalam pembelajaran individual ini setiap santri diberi kesempatan untuk menguasai Amtsilati sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain, santri harus aktif dalam mengikuti pelajaran serta tidak boleh bergantung pada orang lain. untuk memperlancar PBM, tugas guru hanya mengarahkan, membimbing dan meluruskan santri jika melakukan kesalahan dalam mempelajari materi yang sedang dipelajari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal, pembelajaran di sini juga sangat memperhatikan perbedaan kemampuan santri dalam mengikuti PBM. Dalam hal ini, misalnya seorang santri yang belajar Amtsilati dengan melihat atau membaca khulasoh. Karena materi Amtsilati diperbanyak dengan contoh-contoh, maka dengan sendirinya santri akan hafal materi pada khulasoh sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, adanya kegiatan setoran khulasoh juga sangat mendukung bagi santri untuk cepat menghafalkan materi sesuai dengan kecepatan dan kemampuan mereka masing-masing.
Dengan demikian, ketika santri sudah menguasai materi yang telah disampaikan, maka santri boleh mengajukan diri untuk dinilai (diuji) kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap. Hal ini akan menguntungkan santri yang memiliki kemampuan lebih (pandai) karena ia boleh diuji lebih dulu setelah menguasai materi. Jika ia lulus, maka ia dapat melanjutkan ke jilid selanjutnya sehingga ia dapat khatam lebih cepat dibandingkan santri yang lain. adapun untuk santri yang lamban dalam menerima pelajaran dan tidak lulus ujian, ia berkesempatan untuk belajar lagi sampai ia dapat lulus pada jilid tersebut. Dengan demikian ia akan matang dalam memahami materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat difahami, bahwa pembentukan kelompok belajar dalam pembelajaran Amtsilati ini sangat fleksibel karena bagi mereka yang telah lulus ujian dapat pindah ke kelompok belajar yang lain untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
3. Kelebihan Metode Amtsilati
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Peletakan rumus disusun secara sistematis
b. Contoh diambil dari Quran dan Hadist
c. Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis.
d. Siswa dapat menjadi guru bagi teman-temannya.
e. Penyelesaian gramatika bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan.
f. Rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa’idah dan khulasoh alfiyah.
4. Kitab Metode Amtsilati
Kitab Amtsilati merupakan pelajaran yang terprogram dan dicetak dengan penyusunan yang sistematis. Kesistematisan ini tercermin dalam penulisan materi yang mengarahkan santri untuk mempelajari pembahasan demi pembahasan secara berkesinambungan dari pembahasan yang sederhana menuju pembahasan yang lebih kompleks. Selain itu, kitab Amtsilati juga dikemas dalam bentuk perjilid yang dilengkapi dengan himbauan dan petunjuk mempelajari kitab Amtsilati. Dengan fasilitas tersebut, santri dapat mempelajari sesuai dengan urutan, kemampuan dan kecepatan pemahamannya masing-masing.
Kitab Amtsilati terdiri dari 5 jilid, jilid 1 terdiri dari empat bab, yaitu bab I tentang Huruf Jer, bab II tentang Dhamir, bab III tentang Isim Isyarah (kata tunjuk) dan bab IV tentang Isim Maushul (kata penghubung). Jilid 2 terdiri dari lima bab, yaitu mencakup bab I tentang ‘Alamat Ismi (tanda-tanda Isim), bab II tentang Anwaa’ul Ismi (macam-macam Isim), bab III tentang Auzanu Ismi al Fa’il (wazan-wazan Isim Fa’il), bab IV tentang Auzanu Ismi al Maf’ul (wazan-wazan isim maf’ul) dan bab V tentang Auzanul Mashdar (wazan-wazan Isim Mashdar).
Kitab Amtsilati jilid 3 terdiri dari VI bab. Bab I membahas tentang Mubtadha, bab II tentang An Nawasikh (yang mempengaruhi Mubtadha), bab III tentang Isim Ghairu Munsharif (Isim tanpa Tanwin), bab IV tentang Isim al Musytaq (isim yang dibentuk dari kata lain), bab V tentang Isim Mu’tal (isim cacat) dan bab VI tentang At Tawabi’ (isim yang mengikuti I’rab sebelumnya (Na’at/sifat, Taukid/penguat, Athaf/sambung, Badal/pengganti). Jilid 4 terdiri dari IV bab, yaitu bab I tentang Fi’il madli (kata kerja lampau), bab II tentang al Fa’il (pelaku), bab III tentang Auzanu al Madli al Mazid (wazan-wazan Fi’il madli yang mendapatkan tambahan huruf) dan bab IV tentang Pelengkap Kalimat.
Jilid 5 terdiri dari VI bab yang mencakup bab I membahas tentang Fi’il Mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan masa sekarang atau masa yang akan datang), bab II tentang Auzanu al Mudhari’ al Mazid (wazan-wazan Fi’il Mudhari’ Mazid), bab III tentang Awamilu An Nawashib (yang menashabkan Fi’il Mudhari’), bab IV Awamilu al Jawazim (yang menjazemkan Mudhari’), bab V tentang Fi’il Amr (Kata Perintah), dan bab VI tentang Muhimmaat (qaidah-qaidah penting).
Kitab Amtsilati didukung dengan kitab Khulashoh alfiyah Ibn Malik sebagai pijakan kaidah yang berisikan 183 bait nadzam yang diberi makna dengan huruf pegon (Arab Jawa), terjemahan bahasa Jawa serta terjemahan bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman bagi santri pemula, khususnya mereka yang belum memahami bahasa jawa. Kitab lain sebagai pendukung Amtsilati adalah Qaidati (Rumus dan Kaidah) dan Sharfiyah (Metode praktis memahami Sharaf dan I’lal). Qaidati adalah intisari Amtsilati dari juz satu sampai juz lima dan dilengkapi petunjuk nadzman yang ada pada kitab Khulashoh.
Kitab ini disusun guna para santri lebih mudah mengingat seluruh materi Amtsilati yang terdapat dalam lima jilid tersebut tanpa harus membuka kembali satu persatu jilid. Sedangkan Sharfiyah digunakan sebagai pendamping Amtsilati mulai juz empat, yang disusun dengan tabel sehingga apabila santri menemukan kata yang sulit dapat diperoleh jalan dengan cara mengqiyaskan kata-kata sejenis. Target utama disusunnya kitab ini adalah guna mengetahui perubahan kata baik lughawi maupun istilahi, di mana lughawi untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya sedangakan istilahi guna mengetahui bentuk-bentuk lain yang sering digunakan.
Kitab terakhir dari rangkaian kitab Amtsilati adalah kitab Tatimmah (Penerapan Rumus). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan ia merupakan kitab yang penting, karena berisi tentang bagaimana menerapkan rumus-rumus yang telah dipelajari dalam Amtsilati itu.
BAB III
PENUTUP
Metode Amtsilati adalah metode membaca arab gundul dan biasanya berada pada kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren. Metode ini memiliki 5 jilid dalam materi yang diajarkan kepada anak-anak. Selain lima jilid tersebut, ada beberapa kitab yang bisa jadi rujukan lainnya sebagai pelengkap. Kitab tersebut antara lain Khulashoh alfiyah Ibn Malik sebagai pijakan kaidah yang berisikan 183 bait nadzam yang diberi makna dengan huruf pegon, Qaidati (Rumus dan Kaidah) dan Sharfiyah (Metode praktis memahami Sharaf dan I’lal), Tatimmah (Penerapan Rumus). Kitab ini terdiri dari dua jilid.
Sedangkan cara penerapan dalam pembelajarannya menggunakan metode klasikal yaitu dengan menggunakan 4 langkah dalam setiap pembelajarannya. Mukadimah yaitu guru membuka majlis ; penyajian materi terdiri dari mengulangi rumus dan kaidah sesuai kebutuhan, santri membaca contoh ayat 2x lengkap dengan wakaf dan nahwu selanjutnya dengan tajwid dan menghafalkannya; evaluasi yaitu berupa evaluasi masing-masing santri, memberikan makna secara bersama, menyuruh untuk menulis materi yang telah diajarkan, dan memberikan kesempatan bertanya; penutup berupa menyampaikan kesimpulan, dan kesan-kesan penekanan terhadap yang baru disampaikan, dan ditutup dengan hamdalah lalu salam.
Daftar Pustaka
? www.amtsilati.co.cc diakses 24 Desember 2010 pukul 21.45 di Ceriwiz.net
? Hidayatulloh, Saepul. 2003. Penerapan Metode Amtsilati Dalam Pembelajaran Qawa'id di Pondok Pesantren Al Jauhariyah Sokaraja Lor Banyumas. Skripsi STAIN Purwokerto : Purwokerto
PENDAHULUAN
Islam adalah sebuah agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Seperti halnya agama lain Islam juga mempunyai kitab suci yang sakral yaitu Alquran. Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad dengan cara berangsur-berangsur. Dilihat dari bahasa yang digunakan adalah bahasa dimana nabi Muhammad berada, yaitu bahasa Arab.
Islam menyebar keseluruh penjuru dunia. Dan tidak salah pemikiran Islam pun berkembang. Mulai dari ajaran Islam itu sendiri setelah dikontekskan dengan sekitar, maupun pelafalan kitab suci alquran. Memang wajib seorang muslim dapat membaca alquran karena dalam setiap ibadah kepada Allah SWT perlu menggunakan alquran yaitu dalam shalat. Dalam shalat kita harus membaca ayat suci Al-Fatihah sebagai rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan.
Dari situlah umat muslim berpikir mengenai metode pengajaran dan pembelajaran alquran. Untuk dapat membaca alquran dengan baik dan benar banyak metode yang dipakai yaitu metode albagdhadi, qiroati, iqra, dan sebagainya. Pada kali ini kita akan membahas metode membaca huruf alquran dengan metode Amtsilati. Metode yang digunakan kebanyakan pondok pesantren dalam membaca kitab kuning atau arab gundul. Memang kitab kuning bukan bagian dari alquran melainkan kitab yang dikarang oleh ulama-ulama terkenal. Namun dengan latar belakang yang menggunakan huruf arab maka diperlukanlah metode yang disebut amtsilati tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ditemukannya Metode Amtsilati
Ada yang berlebihan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga. Akan tetapi melihat huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah. Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia.
Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama Amtsilati yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni Qiroati. Jika dalam metode Qiroati orang bisa belajar membaca Al-Quran dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul-kitab tanpa harakat, kenapa tidak!! Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran -ti dari Qiroati. Mulai tanggal 27 Rajab 2001, KH. Taufiqul Hakim merenung dan bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada doa khusus, yang jika orang secara ikhlas melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Quran.Saat mujahadah, kadang KH. Taufiqul Hakim ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Bahauddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari. Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra. Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren Manbaul Quran. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara. Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar. Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah tangga.
Metode ini berkembang sangat berpenagruh dari penggagas metode ini yaitu KH. Taufiqul Hakim. Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar. Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais Aam PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari. Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, Aqidati: Aqidah Tauhid, Syariati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja. Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan. Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fiil atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyqul kalm (konteks kalimat). Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fiil madhi; fiil mudhari; fiil amar; isim fiil; huruf; dhamr; isyrah; maushal; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34. Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu Rumus Qaidati dan Khulashah Alfiyah. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saja.
B. Metode Amtsilati
1. Pengertian Metode Amtsilati
Secara lughowi metode dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ????? yang berarti jalan, cara. Radliyah Zaenuddin mendefisikan metode adalah rencana yang menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi secara teratur, di mana tidak ada satu bagian yang lain dan kesemuannya berdasarkan atas approach (pendekatan) yang telah ditentukan sebelumnya (Radliyah Zaenuddin, 2005: 31). Dari definisi tersebut dapat disebutkan bahwa metode merupakan suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses pembelajaran.
Sedangkan Amtsilati berasal dari kata ?????yang artinya beberapa contoh dan akhiran "ti" itu sendiri diambil dari kata Qira'ati. Jadi yang dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami Qawa’id dengan baik.
Kitab Amstilati merupakan kitab yang berisikan materi pelajaran yang terprogram dengan penulisan sistematis untuk belajar membaca kitab kuning bagi pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam jangka 3-6 bulan. Kitab tersebut membahas tentang Qawa'id (nahwu dan sharaf), di mana kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar ilmu Qawa'id (nahwu dan sharaf) serta sulitnya mempelajari ilmu tersebut. Penyusunan kitab Amtsilati ini tidak lepas dari penyusunan metode Amtsilati.
2. Metode Pembelajaran Amtsilati
Model pembelajaran yang dilaksanakan dalam metode Amtsilati ini adalah model pembelajaran klasikal. Model ini adalah model belajar secara berkelompok yang bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran klasikal yang diterapkan dalam metode Amtsilati ini dengan cara membentuk kelompok yang ditentukan sesuai dengan jilidnya masing-masing. Proses kegiatan mengajar pada metode Amtsilati adalah sebagai berikut :
1) Mukadimah
a) Guru membuka majelis dengan Basmalah
b) Guru membimbing santri untuk membaca al-Fatihah untuk penyusunan dan orang-orang yang membantu menyebarkan metode Amtsilati.
2) Penyajian materi
a) Sebelum mengajar, Guru memerintahkan kepada santri untuk mengulangi rumus dan qa'idah sesuai dengan kebutuhan.
b) Guru memulai pelajaran dengan cara membaca judul, kemudian membacakan contoh permasalahan yang ada tanda ( ), dengan memberikan keterangan secukupnya.
c) Santri membaca semua contoh ayat 2x, bacan pertama lengkap tanpa waqaf sesuai dengan nahwu, sedangkan bacaan kedua diwaqafkan sesuai dengan tajwid.
d) Santri mengulangi keterangan yang ada di bawahnya dan membaca dasar baitnya dengan melihat pada buku khulasoh.
e) Guru melanjutkan materi pada tabel di samping atau bawahnya dengan cara yang sama seperti di atas.
f) Sebelum mengakhiri belajar, terlebih dahulu santri menghafalkan rumus dan qaidah sesuai dengan materi yang baru dipelajari.
3) Evaluasi
a) Guru mengadakan evaluasi pada siswa atau santri secara bergiliran untuk membaca ayat-ayat yang ada beserta dasarnya.
b) Guru menyuruh para santri untuk mengisi titik-titik dan ayat yang tidak berharakat dengan lisan.
c) Guru memerintahkan para santri untuk mengerjakan latihan memberi makna secara bersama.
d) Untuk mengetahui kwalitas tulisan santri, guru memberi PR atau menyuruh santri menulis materi yang ada.
e) Guru memberikan kesempatan kepada santri untuk mengajukan pertanyaan yang belum jelas.
4) Penutup
a) Guru menyampaikan kesimpulan dan kesan-kesan berupa penekanan pelajaran yang baru disampaikan.
b) Guru menutup pelajaran dengan bacaan do'a dan hamdalah serta mengakhiri dengan salam.
Dengan pembelajaran model klasikal ini, proses belajar mengajar berlangsung efektif dan kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Selain itu, dengan jumlah kelompok yang ideal, seorang guru dapat memantau langsung kemampuan santri masing-masing. Walaupun kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, tetapi pembelajaran ini lebih menekankan pada kemampuan individual dalam menguasai kompetensi (materi) yang dipersyaratkan.
Dalam pembelajaran individual ini setiap santri diberi kesempatan untuk menguasai Amtsilati sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain, santri harus aktif dalam mengikuti pelajaran serta tidak boleh bergantung pada orang lain. untuk memperlancar PBM, tugas guru hanya mengarahkan, membimbing dan meluruskan santri jika melakukan kesalahan dalam mempelajari materi yang sedang dipelajari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal, pembelajaran di sini juga sangat memperhatikan perbedaan kemampuan santri dalam mengikuti PBM. Dalam hal ini, misalnya seorang santri yang belajar Amtsilati dengan melihat atau membaca khulasoh. Karena materi Amtsilati diperbanyak dengan contoh-contoh, maka dengan sendirinya santri akan hafal materi pada khulasoh sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, adanya kegiatan setoran khulasoh juga sangat mendukung bagi santri untuk cepat menghafalkan materi sesuai dengan kecepatan dan kemampuan mereka masing-masing.
Dengan demikian, ketika santri sudah menguasai materi yang telah disampaikan, maka santri boleh mengajukan diri untuk dinilai (diuji) kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap. Hal ini akan menguntungkan santri yang memiliki kemampuan lebih (pandai) karena ia boleh diuji lebih dulu setelah menguasai materi. Jika ia lulus, maka ia dapat melanjutkan ke jilid selanjutnya sehingga ia dapat khatam lebih cepat dibandingkan santri yang lain. adapun untuk santri yang lamban dalam menerima pelajaran dan tidak lulus ujian, ia berkesempatan untuk belajar lagi sampai ia dapat lulus pada jilid tersebut. Dengan demikian ia akan matang dalam memahami materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat difahami, bahwa pembentukan kelompok belajar dalam pembelajaran Amtsilati ini sangat fleksibel karena bagi mereka yang telah lulus ujian dapat pindah ke kelompok belajar yang lain untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
3. Kelebihan Metode Amtsilati
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Peletakan rumus disusun secara sistematis
b. Contoh diambil dari Quran dan Hadist
c. Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis.
d. Siswa dapat menjadi guru bagi teman-temannya.
e. Penyelesaian gramatika bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan.
f. Rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa’idah dan khulasoh alfiyah.
4. Kitab Metode Amtsilati
Kitab Amtsilati merupakan pelajaran yang terprogram dan dicetak dengan penyusunan yang sistematis. Kesistematisan ini tercermin dalam penulisan materi yang mengarahkan santri untuk mempelajari pembahasan demi pembahasan secara berkesinambungan dari pembahasan yang sederhana menuju pembahasan yang lebih kompleks. Selain itu, kitab Amtsilati juga dikemas dalam bentuk perjilid yang dilengkapi dengan himbauan dan petunjuk mempelajari kitab Amtsilati. Dengan fasilitas tersebut, santri dapat mempelajari sesuai dengan urutan, kemampuan dan kecepatan pemahamannya masing-masing.
Kitab Amtsilati terdiri dari 5 jilid, jilid 1 terdiri dari empat bab, yaitu bab I tentang Huruf Jer, bab II tentang Dhamir, bab III tentang Isim Isyarah (kata tunjuk) dan bab IV tentang Isim Maushul (kata penghubung). Jilid 2 terdiri dari lima bab, yaitu mencakup bab I tentang ‘Alamat Ismi (tanda-tanda Isim), bab II tentang Anwaa’ul Ismi (macam-macam Isim), bab III tentang Auzanu Ismi al Fa’il (wazan-wazan Isim Fa’il), bab IV tentang Auzanu Ismi al Maf’ul (wazan-wazan isim maf’ul) dan bab V tentang Auzanul Mashdar (wazan-wazan Isim Mashdar).
Kitab Amtsilati jilid 3 terdiri dari VI bab. Bab I membahas tentang Mubtadha, bab II tentang An Nawasikh (yang mempengaruhi Mubtadha), bab III tentang Isim Ghairu Munsharif (Isim tanpa Tanwin), bab IV tentang Isim al Musytaq (isim yang dibentuk dari kata lain), bab V tentang Isim Mu’tal (isim cacat) dan bab VI tentang At Tawabi’ (isim yang mengikuti I’rab sebelumnya (Na’at/sifat, Taukid/penguat, Athaf/sambung, Badal/pengganti). Jilid 4 terdiri dari IV bab, yaitu bab I tentang Fi’il madli (kata kerja lampau), bab II tentang al Fa’il (pelaku), bab III tentang Auzanu al Madli al Mazid (wazan-wazan Fi’il madli yang mendapatkan tambahan huruf) dan bab IV tentang Pelengkap Kalimat.
Jilid 5 terdiri dari VI bab yang mencakup bab I membahas tentang Fi’il Mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan masa sekarang atau masa yang akan datang), bab II tentang Auzanu al Mudhari’ al Mazid (wazan-wazan Fi’il Mudhari’ Mazid), bab III tentang Awamilu An Nawashib (yang menashabkan Fi’il Mudhari’), bab IV Awamilu al Jawazim (yang menjazemkan Mudhari’), bab V tentang Fi’il Amr (Kata Perintah), dan bab VI tentang Muhimmaat (qaidah-qaidah penting).
Kitab Amtsilati didukung dengan kitab Khulashoh alfiyah Ibn Malik sebagai pijakan kaidah yang berisikan 183 bait nadzam yang diberi makna dengan huruf pegon (Arab Jawa), terjemahan bahasa Jawa serta terjemahan bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman bagi santri pemula, khususnya mereka yang belum memahami bahasa jawa. Kitab lain sebagai pendukung Amtsilati adalah Qaidati (Rumus dan Kaidah) dan Sharfiyah (Metode praktis memahami Sharaf dan I’lal). Qaidati adalah intisari Amtsilati dari juz satu sampai juz lima dan dilengkapi petunjuk nadzman yang ada pada kitab Khulashoh.
Kitab ini disusun guna para santri lebih mudah mengingat seluruh materi Amtsilati yang terdapat dalam lima jilid tersebut tanpa harus membuka kembali satu persatu jilid. Sedangkan Sharfiyah digunakan sebagai pendamping Amtsilati mulai juz empat, yang disusun dengan tabel sehingga apabila santri menemukan kata yang sulit dapat diperoleh jalan dengan cara mengqiyaskan kata-kata sejenis. Target utama disusunnya kitab ini adalah guna mengetahui perubahan kata baik lughawi maupun istilahi, di mana lughawi untuk mengetahui jumlah dan jenis pelakunya sedangakan istilahi guna mengetahui bentuk-bentuk lain yang sering digunakan.
Kitab terakhir dari rangkaian kitab Amtsilati adalah kitab Tatimmah (Penerapan Rumus). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan ia merupakan kitab yang penting, karena berisi tentang bagaimana menerapkan rumus-rumus yang telah dipelajari dalam Amtsilati itu.
BAB III
PENUTUP
Metode Amtsilati adalah metode membaca arab gundul dan biasanya berada pada kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren. Metode ini memiliki 5 jilid dalam materi yang diajarkan kepada anak-anak. Selain lima jilid tersebut, ada beberapa kitab yang bisa jadi rujukan lainnya sebagai pelengkap. Kitab tersebut antara lain Khulashoh alfiyah Ibn Malik sebagai pijakan kaidah yang berisikan 183 bait nadzam yang diberi makna dengan huruf pegon, Qaidati (Rumus dan Kaidah) dan Sharfiyah (Metode praktis memahami Sharaf dan I’lal), Tatimmah (Penerapan Rumus). Kitab ini terdiri dari dua jilid.
Sedangkan cara penerapan dalam pembelajarannya menggunakan metode klasikal yaitu dengan menggunakan 4 langkah dalam setiap pembelajarannya. Mukadimah yaitu guru membuka majlis ; penyajian materi terdiri dari mengulangi rumus dan kaidah sesuai kebutuhan, santri membaca contoh ayat 2x lengkap dengan wakaf dan nahwu selanjutnya dengan tajwid dan menghafalkannya; evaluasi yaitu berupa evaluasi masing-masing santri, memberikan makna secara bersama, menyuruh untuk menulis materi yang telah diajarkan, dan memberikan kesempatan bertanya; penutup berupa menyampaikan kesimpulan, dan kesan-kesan penekanan terhadap yang baru disampaikan, dan ditutup dengan hamdalah lalu salam.
Daftar Pustaka
? www.amtsilati.co.cc diakses 24 Desember 2010 pukul 21.45 di Ceriwiz.net
? Hidayatulloh, Saepul. 2003. Penerapan Metode Amtsilati Dalam Pembelajaran Qawa'id di Pondok Pesantren Al Jauhariyah Sokaraja Lor Banyumas. Skripsi STAIN Purwokerto : Purwokerto