Jakarta - Tatanan ekonomi Indonesia saat ini telah
carut marut tidak jelas formatnya, dibilang sosialis bukan, liberal
bukan, bahkan melebihi itu, neolib.
Neolib adalah peruntukan keuntungan bagi segelintir kelompok saja tanpa mementingkan kebutuhan masyarakat banyak.
Penataan perekononomian Indonesia sebenarnya telah diamanahkan dalam UU 1945 pasal 33 yang berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" bunyi pasal ini jelas karena dasar budaya Indonesia yang gotong royong, bantu membantu merupakan filosofinya.
Para the founding father Negara ini merumuskan begitu dahsyatnya sehingga rasa cinta dan Nasionalisme sebagai bangsa Indonesia seolah tak luntur.
Tetapi Nasionlisme sebagai bangsa Indonesia sejak reformasi digulirkan tanpa konsep membangun Negara apapun, kemerosotan moral semakin tajam dengan pola otonomi daerah yang menciptakan raja-raja kecil di daerah.
Kualitas diri sebagai WNI terabaikan oleh lembaran-lembaran rupiah, pola-pola westernisasi melanda masyarakat Indonesia, Demokrasi yang tak dilandasi ilmu yang kuat telah menjungkirbalikan logika akal sehat sebagai warga Negara yang baik.
Pemerintah saat ini hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi Nasional dengan target 6%, sementara income perkapita masyarakat diabaikan begitu saja tanpa mengedepankan pemerataan pendapatan.
Hal ini mengakibatkan kemiskinan masih merajalela, tingkat urbanisasi semakin meningkat serta kesenjangan sosial juga semakin besar, perseteruan antar etnis, terorisme, korupsi, ancaman disintegrasi NKRI dan lain-lain persolan negatip merawarnai sandiwara Negara ini.
Mengembalikan dari carut marut perekoniomian bangsa ini, kita perlu mereview ke belakang, yang telah diukir oleh pendiri bangsa ini seperti semboyan Bung Karno dalam trimurti, berdikari dalam bidang Ekonomi, dan Bung Hatta dengan ekonomi kerakyatannya.
Maka dari itu Indonesia perlu membangun system ekonomi yang berbudaya, beragama dan dan berbangsa yaitu Ekonomi Pancasila, seperti yang digagas oleh dua pakar senior, Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan Mubyarto.
Persoalan yang harus diselesaikan bangsa ini adalah, membangun tatanan ekonomi yang sesuai dengan kultur yang telah menjadi konsesnsus awal, mengadopsi teori pakar ekonomi senior Prof.DR Soemitro Djojohadikusumo, ekonomi pancasila memliliki ciri:
Dan pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu: (Mubyarto, 1981).
Ciri-ciri Ekonomi Pancasila
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi.
Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Yang menjadi soal sekarang adalah adakah pelaku-pelaku atau orang yang memiliki pemikiran besar seperti Soemitro? Mubyarto? menempatkan idealisme sebagai patron berpikir dan bertindak membangun Negara?
Tetapi sistem karbitan saat ini belum bisa memberikan hasil yang kualitas menjawab tantangan, pragmatism, hedonis, serta anarkis telah menjadi hiasan sehari-hari, otak telah mati dan mata hati tetrtup oleh gemerlapan duniawi.
Aakah Negara saat ini telah menjalankan kewajibannya sebagai pengayom rakyat? seperti yang disampaikan prof.soemitro, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara?
Saya kira sekarang Negara telah mengabaikan semua itu, pancasila hanya sebagai simbol belaka, yang diperlukan saat ini adalah menerjemahkan cita-cita the founding father bangsa ini agar mandiri, adil dan makmur.
*Penulis adalah President, Indonesian Cooperators Club (ICC), Dir.Lembaga Kajian dan Pengembangan Masyarakat (LKPM)
Mas Miko
Jl Wolter Mongunsidi, DKI Jakarta
iccfronation@gmail.com
082112060787
http://news.detik.com/read/2013/05/30/084620/2259867/471/menggagas-ekonomi-pancasila
Neolib adalah peruntukan keuntungan bagi segelintir kelompok saja tanpa mementingkan kebutuhan masyarakat banyak.
Penataan perekononomian Indonesia sebenarnya telah diamanahkan dalam UU 1945 pasal 33 yang berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" bunyi pasal ini jelas karena dasar budaya Indonesia yang gotong royong, bantu membantu merupakan filosofinya.
Para the founding father Negara ini merumuskan begitu dahsyatnya sehingga rasa cinta dan Nasionalisme sebagai bangsa Indonesia seolah tak luntur.
Tetapi Nasionlisme sebagai bangsa Indonesia sejak reformasi digulirkan tanpa konsep membangun Negara apapun, kemerosotan moral semakin tajam dengan pola otonomi daerah yang menciptakan raja-raja kecil di daerah.
Kualitas diri sebagai WNI terabaikan oleh lembaran-lembaran rupiah, pola-pola westernisasi melanda masyarakat Indonesia, Demokrasi yang tak dilandasi ilmu yang kuat telah menjungkirbalikan logika akal sehat sebagai warga Negara yang baik.
Pemerintah saat ini hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi Nasional dengan target 6%, sementara income perkapita masyarakat diabaikan begitu saja tanpa mengedepankan pemerataan pendapatan.
Hal ini mengakibatkan kemiskinan masih merajalela, tingkat urbanisasi semakin meningkat serta kesenjangan sosial juga semakin besar, perseteruan antar etnis, terorisme, korupsi, ancaman disintegrasi NKRI dan lain-lain persolan negatip merawarnai sandiwara Negara ini.
Mengembalikan dari carut marut perekoniomian bangsa ini, kita perlu mereview ke belakang, yang telah diukir oleh pendiri bangsa ini seperti semboyan Bung Karno dalam trimurti, berdikari dalam bidang Ekonomi, dan Bung Hatta dengan ekonomi kerakyatannya.
Maka dari itu Indonesia perlu membangun system ekonomi yang berbudaya, beragama dan dan berbangsa yaitu Ekonomi Pancasila, seperti yang digagas oleh dua pakar senior, Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan Mubyarto.
Persoalan yang harus diselesaikan bangsa ini adalah, membangun tatanan ekonomi yang sesuai dengan kultur yang telah menjadi konsesnsus awal, mengadopsi teori pakar ekonomi senior Prof.DR Soemitro Djojohadikusumo, ekonomi pancasila memliliki ciri:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
- Badan-badan vital dan dianggap penting (hajat hidup orang banyak) dikuasai oleh Negara.
- Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasaioleh Negara dan digunakan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.
- Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara diawasi sepenuhnya oleh Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat dan diatur dalam kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
- Peran pemerintah sangat dibutuhkan (penting) tetapi tidak dominan, begitu juga terhadap pihak swasta yang tidak boleh mendominasi. Keduanya haruslah saling kooperatif dan saling mendukung.
- Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki,dan hak mengenai kehidupan yang layak.
- Pemerintah mengakui adanya hak milik perorangan dan pemanfaatannya tidak bolehbertentangan dengan kepentingan masyarakat.
- Potensi, inisiatif, dan kreativitas setiap Warga Negara didukung sepenuhnya oleh Negara, namun dalam batas-batas yang tidakmerugikan kepentingan umum.
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dan pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yaitu: (Mubyarto, 1981).
- Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.
- Komitmen pada upaya pemerataan.
- Kebijakan ekonomi nasionalis
- Keseimbangan antara perencanaan terpusat
- Pelaksanaan secara terdesentralisasi
Ciri-ciri Ekonomi Pancasila
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi.
Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Yang menjadi soal sekarang adalah adakah pelaku-pelaku atau orang yang memiliki pemikiran besar seperti Soemitro? Mubyarto? menempatkan idealisme sebagai patron berpikir dan bertindak membangun Negara?
Tetapi sistem karbitan saat ini belum bisa memberikan hasil yang kualitas menjawab tantangan, pragmatism, hedonis, serta anarkis telah menjadi hiasan sehari-hari, otak telah mati dan mata hati tetrtup oleh gemerlapan duniawi.
Aakah Negara saat ini telah menjalankan kewajibannya sebagai pengayom rakyat? seperti yang disampaikan prof.soemitro, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara?
Saya kira sekarang Negara telah mengabaikan semua itu, pancasila hanya sebagai simbol belaka, yang diperlukan saat ini adalah menerjemahkan cita-cita the founding father bangsa ini agar mandiri, adil dan makmur.
*Penulis adalah President, Indonesian Cooperators Club (ICC), Dir.Lembaga Kajian dan Pengembangan Masyarakat (LKPM)
Mas Miko
Jl Wolter Mongunsidi, DKI Jakarta
iccfronation@gmail.com
082112060787
http://news.detik.com/read/2013/05/30/084620/2259867/471/menggagas-ekonomi-pancasila
Post a Comment
Write You comment here! Please...