Menurut data yang dikeluarkan CIA Factbook, populasi Indonesia saat ini mencapai lebih dari 253 juta orang. GDP Indonesia diperkirakan mencapai $867,5 miliar dengan GDP Per capita mencapai $5,200, mengukuhkan Indonesia sebagai negara ekonomi terbesar ke-16 dunia. Boston Consulting Group tahun lalu merilis ada sekitar 74 juta warga kelas menengah di Indonesia saat ini, angka itu akan meningkat menjadi 141 juta orang pada 2020[1]. McKinsey & Company dua tahun lalu merilis data saat ini ada 45 juta warga kelas menengah di Indonesia dan akan ada tambahan 90 juta orang bergabung dalam segmen kelas ini pada 2030. Hal ini bisa dicapai dengan catatan Indonesia bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi, memperbaiki regulasi yang tumpang tindih serta membangun infrastruktur[2]. Perlu diingat, setiap lembaga memiliki ukuran sendiri saat menghitung jumlah kelas menengah sehingga terjadi perbedaan hasil dan angka.
Siapa itu kelas menengah? Ini juga relatif karena tidak ada definisi yang baku soal siapa kelas menengah. Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan warga kelas menengah sebagai orang dengan rentang pengeluaran antara $2-$20 per hari[3]. Kelas menengah dibagi dalam tiga kelompok:
- Lower Middle class : Pengeluaran $2-$4 per hari
- Middle-middle class : Pengeluaran $4-$10 per hari
- Upper-middle class : Pengeluaran $10-$20 per hari
Namun pendapat ini tidak sepenuhnya disetujui pengamat ekonomi. Faisal Basri menegaskan angka Koefisien Gini (ukuran ketimpangan distribusi) Indonesia memburuk menjadi 0,41. Artinya, kesenjangan dan jurang pendapatan maupun pengeluaran antara Si kaya dan Si miskin makin parah. Dalam blognya, Faisal mengulas buku berjudul “Capital in the Twenty-First Century” karya Thomas Piketty. Faisal mencontohkan Amerika Serikat sebagai negara maju yang paling timpang pendapatannya. Penelitian terbaru oleh Saez menunjukkan 10% orang terkaya di Amerika menikmati 50,4% pendapatan nasional[5].
Kontemplasi
Hari-hari ini kita masih mendengar banyak anak putus sekolah, orang-orang tua tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Pengemis keleleran di jalanan, prostitusi merajalela, tindak kriminal makin canggih, kekerasan atas nama agama dibiarkan. Papua masih miskin meski di bawah kaki mereka terhampar emas dan kekayaan bumi. Warga di Kalimantan harus menanggung pemutusan arus listrik hampir setiap hari, meski tanahnya kaya akan batu bara, minyak dan gas.
Seorang Ibu tidur di kawasan kumuh Jakarta (AP Images)
Tanah-tanah subur dialihfungsikan, menyebabkan produksi bahan pangan inti menurun. Keran impor dibuka seluas-luasnya! Beras, gandum, singkong, bawang, daging sapi, susu, kedelai, dan yang lainnya. Hutan dibabat, supaya pengusaha kelapa sawit semakin kaya raya, supaya konglomerat kayu makin tebal dompetnya. Laut kita dijarah tetangga. Padahal ikan-ikannya bisa memenuhi perut anak-anak yang lapar di penjuru nusantara. Korupsi dibiarkan! Ya dibiarkan! Yang ditangkap baru pemain-pemain kecil. Bukan karena KPK tidak bisa, tapi pemerintah kita yang gagal memperkuat mereka.
Hutan di Nagan Raya, Aceh, dibabat untuk lahan kelapa sawit (AP Images)
Saya percaya, jika kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia terjamin, masalah-masalah yang saya sebut di atas bisa diselesaikan dengan lebih mudah. Ketimpangan ekonomi inilah yang menjadi kunci terjadinya masalah-masalah sosial. Buruknya kinerja lembaga penegak hukum ikut menyuburkan permasalahan-permasalahan yang ada.
Post a Comment
Write You comment here! Please...