Sesuai namanya, bir yang pada umumnya mengandung alkohol termasuk minuman yang haram menurut syariat Islam. Karena itu, minuman jenis ini pasti tidak akan mendapatkan sertifikat halal MUI.
Namun, Bir Pletok yang merupakan minuman tradisional khas masyarakat Betawi dikecualikan dari ketentuan tersebut. Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pekan lalu menetapkan, Bir Pletok Betawi bisa mengajukan sertifikasi halal tanpa harus mengganti nama.
Alasannya, Bir Pletok Betawi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan sudah menjadi tradisi turun temurun. "Namun, ketentuan ini tidak otomatis menetapkan bahwa Bir Pletok Betawi pasti halal, karena untuk menetapkan kehalalannya harus melalui pengkajian lebih mendalam," tegas Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal, Ir. Muti Arintawati, M.Si.
Penegasan tersebut disampaikan untuk mengoreksi dan melengkapi berita sebelumnya, yang dapat menimbulkan kesan bahwa Bir Pletok Betawi otomatis dinyatakan halal. Padahal, Rapat Komisi Fatwa MUI hanya menetapkan, Bir Pletok Betawi bisa diajukan sertifikasi halalnya tanpa harus mengganti nama, bukan menetapkan kehalalan Bir Pletok Betawi.
Penegasan Komisi Fatwa MUI dilakukan karena dalam fatwa sebelumnya, yakni Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 menyatakan “Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan”. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya preventive agar tidak menyukai sesuatu yang haram,
Nah, mengingat Bir Pletok Betawi sudah menjadi nama yang melekat di masyarakat dan menjadi tradisi turun temurun, maka MUI memberikan kelonggaran, produsen Bir Pletok Betawi boleh mengajukan sertifikasi halal tanpa harus merubah nama Bir Pletok Betawi. “Keputusan kehalalannya tentu tetap mengacu pada hasil pemeriksaan auditor LPPOM MUI dan Rapat Komisi Fatwa”...
MUI Tetapkan Fatwa Halal Bir Pletok Betawi
Baru kali ini Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa halal untuk bir. Bedanya, bir satu ini adalah minuman tradisional yang sama sekali tak mengandung alkohol, yakni bir pletok Betawi.
Kehalalan bir pletok Betawi ditetapkan pekan lalu. "Untuk membedakannya dengan 'bir' sebagai khamar yang diharamkan, kami sepakat menyebutnya 'bir pletok Betawi'. Tujuannya untuk menepis keraguan karena adanya konotasi dengan bir yang diharamkan," jelas Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA.
Awalnya MUI memang tidak memproses sertifikasi halal untuk minuman tersebut karena asosiasinya dengan minuman beralkohol. Hal ini sudah diatur dalam Fatwa MUI No. 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal.
Namun sebagian masyarakat Betawi protes. Mereka mencontohkan bakso yang dalam Bahasa Hokkien berarti makanan yang mengandung babi. Namun karena telah menjadi istilah populer dan proses sertifikasi membuktikan bahan-bahan yang digunakan halal, maka produk bakso mendapat sertifikat halal MUI.
MUI bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI kemudian melakukan kajian mendalam. Hasilnya, bir pletok adalah minuman khas Betawi yang terbuat dari rempah-rempah, seperti bandrek dari Jawa Barat. Campurannya di antaranya jahe, pandan, serai, serta kayu secang untuk memberikan warna merah.
Meski mengandung kata 'bir', bahan dan proses pengolahan bir pletok sangat berbeda dengan bir khamar. "Bir pletok tidak mengandung alkohol sama sekali. Karena itu, segi hukumnya juga beda," jelas Dr. KH. M. Hamdan Rasyid, MA, anggota Komisi Fatwa MUI.
Selain itu, ternyata kata 'bir' berasal dari Bahasa Arab 'Al-birr' yang berarti 'kebaikan', bukan 'beer' yang tergolong minuman keras dan diharamkan dalam Islam. Sebab, menurut anggota Komisi Fatwa MUI Drs. H. Imam Addaruqutni, MA, masyarakat Betawi cukup kuat terpengaruh budaya Islam.
Bir pletok dinilai membawa kebaikan karena kandungan rempah-rempahnya memiliki berbagai khasiat untuk tubuh. Karena alasan-alasan itulah, para ulama MUI sepakat menyatakan bahwa bir pletok Betawi halal.
Namun, Bir Pletok yang merupakan minuman tradisional khas masyarakat Betawi dikecualikan dari ketentuan tersebut. Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pekan lalu menetapkan, Bir Pletok Betawi bisa mengajukan sertifikasi halal tanpa harus mengganti nama.
Alasannya, Bir Pletok Betawi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan sudah menjadi tradisi turun temurun. "Namun, ketentuan ini tidak otomatis menetapkan bahwa Bir Pletok Betawi pasti halal, karena untuk menetapkan kehalalannya harus melalui pengkajian lebih mendalam," tegas Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal, Ir. Muti Arintawati, M.Si.
Penegasan tersebut disampaikan untuk mengoreksi dan melengkapi berita sebelumnya, yang dapat menimbulkan kesan bahwa Bir Pletok Betawi otomatis dinyatakan halal. Padahal, Rapat Komisi Fatwa MUI hanya menetapkan, Bir Pletok Betawi bisa diajukan sertifikasi halalnya tanpa harus mengganti nama, bukan menetapkan kehalalan Bir Pletok Betawi.
Penegasan Komisi Fatwa MUI dilakukan karena dalam fatwa sebelumnya, yakni Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 menyatakan “Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan”. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya preventive agar tidak menyukai sesuatu yang haram,
Nah, mengingat Bir Pletok Betawi sudah menjadi nama yang melekat di masyarakat dan menjadi tradisi turun temurun, maka MUI memberikan kelonggaran, produsen Bir Pletok Betawi boleh mengajukan sertifikasi halal tanpa harus merubah nama Bir Pletok Betawi. “Keputusan kehalalannya tentu tetap mengacu pada hasil pemeriksaan auditor LPPOM MUI dan Rapat Komisi Fatwa”...
MUI Tetapkan Fatwa Halal Bir Pletok Betawi
Baru kali ini Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa halal untuk bir. Bedanya, bir satu ini adalah minuman tradisional yang sama sekali tak mengandung alkohol, yakni bir pletok Betawi.
Kehalalan bir pletok Betawi ditetapkan pekan lalu. "Untuk membedakannya dengan 'bir' sebagai khamar yang diharamkan, kami sepakat menyebutnya 'bir pletok Betawi'. Tujuannya untuk menepis keraguan karena adanya konotasi dengan bir yang diharamkan," jelas Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA.
Awalnya MUI memang tidak memproses sertifikasi halal untuk minuman tersebut karena asosiasinya dengan minuman beralkohol. Hal ini sudah diatur dalam Fatwa MUI No. 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal.
Namun sebagian masyarakat Betawi protes. Mereka mencontohkan bakso yang dalam Bahasa Hokkien berarti makanan yang mengandung babi. Namun karena telah menjadi istilah populer dan proses sertifikasi membuktikan bahan-bahan yang digunakan halal, maka produk bakso mendapat sertifikat halal MUI.
MUI bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI kemudian melakukan kajian mendalam. Hasilnya, bir pletok adalah minuman khas Betawi yang terbuat dari rempah-rempah, seperti bandrek dari Jawa Barat. Campurannya di antaranya jahe, pandan, serai, serta kayu secang untuk memberikan warna merah.
Meski mengandung kata 'bir', bahan dan proses pengolahan bir pletok sangat berbeda dengan bir khamar. "Bir pletok tidak mengandung alkohol sama sekali. Karena itu, segi hukumnya juga beda," jelas Dr. KH. M. Hamdan Rasyid, MA, anggota Komisi Fatwa MUI.
Selain itu, ternyata kata 'bir' berasal dari Bahasa Arab 'Al-birr' yang berarti 'kebaikan', bukan 'beer' yang tergolong minuman keras dan diharamkan dalam Islam. Sebab, menurut anggota Komisi Fatwa MUI Drs. H. Imam Addaruqutni, MA, masyarakat Betawi cukup kuat terpengaruh budaya Islam.
Bir pletok dinilai membawa kebaikan karena kandungan rempah-rempahnya memiliki berbagai khasiat untuk tubuh. Karena alasan-alasan itulah, para ulama MUI sepakat menyatakan bahwa bir pletok Betawi halal.
Post a Comment
Write You comment here! Please...