Data Wikileaks, Layakkah Dipercaya?
Situs berita pembocor informasi rahasia, Wikileaks, beberapa waktu
lalu sempat membuat heboh Indonesia. Dua surat kabar terbitan Autralia,
The Age dan Sydney Morning Herald, mengutip Wikileaks, memuat artikel
tentang sepak terjang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam
artikel yang terbit Jumat (11/3/2011), antara lain disebutkan,
Yudhoyono secara pribadi melakukan intervensi terhadap penyelidikan
dugaan korupsi yang diduga dilakukan Taufik Kiemas, suami mantan
Presiden Megawati Soekarnoputri. Disebutkan pula soal aktivitas Badan
Intelijen Negara yang memata-matai saingan politik Yudhoyono.
Ada juga informasi soal mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang disebut
menggelontorkan uang miliaran rupiah demi memenangkan kursi Ketua Umum
Golkar pada 2004. Selain itu, Wikileaks juga menuding Ibu Negara Ani Yudhoyono menggunakan posisi politiknya untuk mengumpulkan kekayaan.
Pertanyaannya, layakkah informasi Wikileaks dipercaya? Pengamat
intelijen Wawan H Purwanto mengatakan, data Wikileaks tak perlu terlalu
dipercaya. Pasalnya, data-data itu hanyalah data analisis yang belum
memiliki legitimasi secara hukum.
"Data-data Wikileaks itu
masih analisa, bukan data proyustisia. Ini berbahaya sekali. Namanya
analisa, sekali lagi analisa. Tak proyustisia. Begitu dibeberkan ke
publik, ini sulit sekali untuk jadi bukti," ungkapnya dalam sebuah
diskusi di Jakarta, Minggu (20/3/2011).
Maka tak heran, lanjut
Wawan, jika ada pihak-pihak yang mencoba memanfaatkannya. Apalagi,
data-data tersebut dibeberkan untuk menyerang target-target politik.
"Maka kalau tak di-cover-both-side akan berbahaya," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)
Jendral (Purn.) Tyasno Sudarto juga sepakat bahwa data-data Wikileaks
masih data mentah, belum bersifat proyustisia. "Wikileaks itu kan
informasi yang belum berupa proyustisia, apalagi data intelijen. Sangat
jauh," katanya.
Namun, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis
(Bais) TNI ini menegaskan, siapapun tak boleh langsung mengatakan bahwa
data Wikileaks sebagai data sampah. Ia mengingatkan, lebih baik
pemerintah membuktikan kalau data Wikileaks tidak benar.
"Jadi
yang terpenting, buktikanlah kepada rakyat bahwa apa yang disampaikan
Wikileaks itu tak benar dan yang dikerjakan mereka (pemerintah) benar,"
tandasnya.
WikiLeaks: SBY Menyalahgunakan Kekuasaan
Laporan harian Australia The Age tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono |
JAKARTA, KOMPAS.com — Harian Australia, The Age,
Jumat (11/3/2011), memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu
berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika
Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks.
Kawat-kawat diplomatik tersebut, yang diberikan WikiLeaks khusus untuk The Age,
mengatakan, Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk
memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup
dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi
memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior
dalam pemerintahannya sendiri.
Kawat-kawat itu juga merinci
bagaimana mantan wakil presiden Jusuf Kalla pada Desember 2004
dilaporkan telah membayar jutaan dollar AS, sebagai uang suap, agar bisa
memegang kendali atas Partai Golkar. Kawat-kawat itu juga mengungkapkan
bahwa istri Presiden, Kristiani Herawati, dan keluarga dekatnya ingin
memperkaya diri melalui koneksi politik mereka.
Laporan The Age
itu muncul saat Wakil Presiden Boediono mengunjungi Canberra, hari ini,
untuk berbicara dengan Wayne Swan yang bertindak sebagai Perdana
Menteri Australia, dan berdiskusi dengan para pejabat negara itu tentang
perubahan administratif untuk mereformasi birokrasi di Indonesia.
Laporan-laporan
diplomatik AS tersebut mengatakan, segera setelah menjadi presiden pada
tahun 2004, Yudhoyono mengintervensi kasus Taufik Kiemas, suami mantan
Presiden Megawati Soekarnoputri. Yudhoyono dilaporkan telah meminta
Hendarman Supandji, waktu itu Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus,
menghentikan upaya penuntutan terhadap Taufik Kiemas untuk apa yang para
diplomat AS gambarkan sebagai "korupsi selama masa jabatan istrinya".
Pada
Desember 2004, kedutaan AS di Jakarta melaporkan bahwa salah satu
informan politiknya yang paling berharga, yaitu penasihat senior
Yudhoyono sendiri, TB Silalahi, sudah menyarankan Hendarman Supandji
yang telah mengumpulkan "cukup bukti tentang korupsi Taufik Kiemas untuk
menangkap Taufik".
Namun, Silalahi, salah seorang kepercayaan
Yudhoyono di bidang politik, mengatakan kepada kedutaan AS bahwa
Presiden "secara pribadi telah memerintahkan Hendarman untuk tidak
melanjutkan kasus Taufik". Tidak ada proses hukum yang diajukan terhadap
Taufik, seorang tokoh politik berpengaruh yang kini menjadi Ketua MPR.
Ibu Ani Yudhoyono Menangis...
Ibu Ani Yudhoyono. | KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
JAKARTA, KOMPAS.com — Media terkemuka Australia, The Age dan Sydney Morning Herald,
menuding Ibu Negara Ani Yudhoyono turut menggunakan kekuasaannya untuk
memperkaya diri. Bahkan, Ibu Negara disebut broker dan melakukan bisnis
dengan sejumlah pengusaha Indonesia.
Membaca berita tersebut, Ibu
Negara dikatakan terpukul dan tak kuasa menahan air mata dan menangis.
"Ibu Negara terus terang menangis (disebut broker)," kata Menteri
Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada para wartawan di Kompleks Istana
Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/3/2011).
Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa pun mengecam pemberitaan tersebut. "Kita, kan,
bergaul dengan Ibu Negara. Beliau mendedikasikan dirinya mendampingi
Presiden, full. Dedikasinya untuk membangun rumah pintar, mobil
pintar, semua aktivitas sosial. Seluruh kegiatan beliau transparan,"
kata Hatta.
Sudi pun sempat memaparkan kalimat pertama yang
meluncur dari mulut Ibu Negara setelah membaca berita yang dinilai
menjijikkan tersebut. "Naudzubillah, itu tidak kita lakukan, tapi itu dikatakan bahwa kita melakukannya," ujar Sudi, meniru ucapan Ibu Negara.
Sudi dan Hatta menambahkan, Ibu Negara tak akan memberikan pernyataan langsung terkait tuduhan yang disampaikan The Age dan Sydney Morning Herald.
Seperti diberitakan, harian Australia, The Age, Jumat (11/3/2011), memuat berita utama berjudul "Yudhoyono 'Abused Power'".
Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia
kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs
WikiLeaks.
Disebutkan dalam berita itu, Yudhoyono secara pribadi
telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi
tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan
badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan,
setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri.
Disebutkan pula, istri Presiden, Kristiani Herawati, dan keluarga
dekatnya ingin memperkaya diri melalui koneksi politik mereka.