Soal Kisruh DPT, Langkah Presiden SBY Bisa Ganggu Independensi KPU
JAKARTA, (PRLM).-Langkah Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang memanggil para kepala lembaga negara terkait
kisruh Daftar Pemilihan Tetap (DPT) Pemilu 2014 harus dicermati dengan
sikap kritis. Pengamat Politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia
(Lima) Ray Rangkuti menilai langkah Presiden SBY itu terlambat.
"Langkah ini seperti terlambat. Pertama, kisruh soal adanya pemilih yang tidak memiliki NIK telah lama diperdebatkan banyak pihak. Tepatnya sejak menjelang penetapan DPT yakni 23 Oktober dan terakhir 4 November. Saat itu banyak pihak meminta SBY memberi perhatian atas DPT yang masih carut marut. Khususnya dalam memferivikasi data sekitar 20,4 juta pemilih," ucap Ray di Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Selain terlambat, kata dia, langkah SBY itu bisa dinilai akan mengganggu indepedensi dan kemandirian KPU. Sehingga dapat menimbulkan rasa was-was bahwa ada upaya untuk mengintervensi KPU.
"Mengingat bahwa KPU harus dijaga sifat independensi dan kemandiriannya maka pemanggilan itu akan dapat menimbulkan rasa was-was bahwa ada upaya untuk mengintervensi KPU," katanya.
Menurut dia, berbagai perdebatan yang muncul akhir-akhir ini, yakni sejak masuknya Lemsaneg, DPT yang kisruh, jutaan pmilih di Luar negeri yang tidak terdaftar dan kini pemanggilan lembaga-lembaga negara ke istana makin menimbulkan kesan adanya upaya intervensi itu.
"Padahal pokok soal utamanya saat ini tidak lagi pada KPU, tapi pada Kementrian Dalam Negeri yang diminta untuk memverifikasi data pemilih yang sisa sekitar 7,1 juta pemilih untuk dapat diberikan NIK atau sebaliknya memang data yg dimaksud tidak ada," katanya.
Dia menambahkan, sejak awal terasa adanya rendahnya partisipasi Kemendagri dalam proses verifikasi data pemilih hingga sampai pada penetapan DPT Senin (4/11/2013).
"Presiden tentu saja memiliki kewenangan penuh untuk memantau dan memerintah Kemendagri agar secara total membantu KPU, khususnya dalam memastikan data NIK sekitar 7,1 juta pemilih," tuturnya.
Dalam hal yang sama memerintahkan Kementrian Luar Negeri agar juga secara total membantu KPU untuk memastikan adanya dugaan skitar 4 juta pemilih di luar negeri belum dimasukan ke DPT.
"Presiden sejatinya hanya memiliki hak menjangkau sejauh itu dalam hal pelaksanaan tahapan pemilu. Oleh karena itu rapat kordinasi presiden, depdagri, KPU dan DPR dalam soal data pemilih itu layak dipertanyakan dasarnya," katanya.
Sebab, kata dia, meski semua pihak berkepentingan agar pemilu sukses tapi tidak karena itu kita membiarkan sikap-sikap yang dapat mengganggu kemandirian dan independensi KPU dalam mengelola tahapan pmilu. (A-194/A-89)***
"Langkah ini seperti terlambat. Pertama, kisruh soal adanya pemilih yang tidak memiliki NIK telah lama diperdebatkan banyak pihak. Tepatnya sejak menjelang penetapan DPT yakni 23 Oktober dan terakhir 4 November. Saat itu banyak pihak meminta SBY memberi perhatian atas DPT yang masih carut marut. Khususnya dalam memferivikasi data sekitar 20,4 juta pemilih," ucap Ray di Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Selain terlambat, kata dia, langkah SBY itu bisa dinilai akan mengganggu indepedensi dan kemandirian KPU. Sehingga dapat menimbulkan rasa was-was bahwa ada upaya untuk mengintervensi KPU.
"Mengingat bahwa KPU harus dijaga sifat independensi dan kemandiriannya maka pemanggilan itu akan dapat menimbulkan rasa was-was bahwa ada upaya untuk mengintervensi KPU," katanya.
Menurut dia, berbagai perdebatan yang muncul akhir-akhir ini, yakni sejak masuknya Lemsaneg, DPT yang kisruh, jutaan pmilih di Luar negeri yang tidak terdaftar dan kini pemanggilan lembaga-lembaga negara ke istana makin menimbulkan kesan adanya upaya intervensi itu.
"Padahal pokok soal utamanya saat ini tidak lagi pada KPU, tapi pada Kementrian Dalam Negeri yang diminta untuk memverifikasi data pemilih yang sisa sekitar 7,1 juta pemilih untuk dapat diberikan NIK atau sebaliknya memang data yg dimaksud tidak ada," katanya.
Dia menambahkan, sejak awal terasa adanya rendahnya partisipasi Kemendagri dalam proses verifikasi data pemilih hingga sampai pada penetapan DPT Senin (4/11/2013).
"Presiden tentu saja memiliki kewenangan penuh untuk memantau dan memerintah Kemendagri agar secara total membantu KPU, khususnya dalam memastikan data NIK sekitar 7,1 juta pemilih," tuturnya.
Dalam hal yang sama memerintahkan Kementrian Luar Negeri agar juga secara total membantu KPU untuk memastikan adanya dugaan skitar 4 juta pemilih di luar negeri belum dimasukan ke DPT.
"Presiden sejatinya hanya memiliki hak menjangkau sejauh itu dalam hal pelaksanaan tahapan pemilu. Oleh karena itu rapat kordinasi presiden, depdagri, KPU dan DPR dalam soal data pemilih itu layak dipertanyakan dasarnya," katanya.
Sebab, kata dia, meski semua pihak berkepentingan agar pemilu sukses tapi tidak karena itu kita membiarkan sikap-sikap yang dapat mengganggu kemandirian dan independensi KPU dalam mengelola tahapan pmilu. (A-194/A-89)***
Soal Kisruh DPT
Post a Comment
Write You comment here! Please...